Reformasi Dikorupsi!
Ini adalah salah satu tulisan yang meramaikan aksi nasional mahasiswa tanggal 24 September 2019 di gedung MPR/DPR kemaren. gua salah satu partisipannya. khususnya di kampus gua, PNJ, ngadain Aksi Kreatif pas malem sebelum aksi. Di acara tersebut gua menyumbangkan sebuah Monolog yang teksnya gua share di sini. Syahdu banget asli, apalagi dibacain gelap-gelap malem hari ditambah sorot cahaya lilin.
Teks
Monolog – Aksi Kreatif PNJ Bangkit!
Konten: pelemahan kpk,
ruu-pks, ruu-kuhp, karhutla, pemindahan ibu kota
Petakan sawah yang dahulu
subur bak hamparan permadani hijau, kini perlahan menguning, bukan karena datangmya musim panen, melainkan gersang akibat
kekeringan.
Langit biru yang dahulu setia
menghiasi langit Jambi, kini ia marah. Wujudnya memerah, seolah ingin
mengabarkan bahwa di tanah yang ia naungi sedang terjadi huru-hara.
Masyarakat Riau dan
sekitar dipaksa untuk berevolusi; dipaksa beradaptasi dengan menghirup udara
penuh polusi.
Hari ini, koruptor sedang
bersenang hati. Dijanjikan pengurangan masa tahanan lewat remisi. Dijamin
pekerjaan haramnya dengan pengurangan sanksi jeruji. Anda tidak percaya?
Cobalah baca RUU-KUHP sesekali!
Masih soal bersenang
hatinya para koruptor. Setelah satu-satunya lembaga independen pemberantas
korupsi mulai dilemahkan. Penyempitan ruang gerak, pembatasan pencarian
informasi, penyulitan proses birokrasi, adalah percikan-percikan kebahagiaan
para koruptor. KPK DIKEBIRI, KORUPTOR BERSERI!
“Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3.
Apakah amanat ini masih
mereka jaga?
Lalu kenapa hampir di
setiap jengkal tanah kita dipetak-petakan dan tuliskan “tanah ini milik PT.
XXX”?
Dan kenapa sumber air
warga pun turut diindustrialisasi? Dikemas dengan plastik yang tidak ramah
lingkungan, dijual kepada tuan airnya sendiri?
Jika memang visi dari
amandemen sebuah UU adalah untuk menyesuaikan konteks dengan realitas pada
zamannya, mari kita bantu pemerintah untuk merevisi Pasal 33 ayat 3 menjadi
seperti ini:
“Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran korporat kapitalis.”
Masih soal UUD, pada
pasal 34 ayat pertama disebutkan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak yang
terlantar dipelihara oleh negara.”
Sekarang kita buka
RUU-KUHP pasal 463, gelandangan yang terdiri dari fakir miskin dan anak
terlantar justru berpotensi dikriminalisasi oleh denda yang tidak masuk akal.
Tuhan.. Jika ini adalah
akhir dari bangsa kami, semoga akhirnya adalah sebuah kebaikan.
Tuhan.. tapi kami belum
mau selesai. Izinkan kami, kaum terdidik, kaum terpelajar, kaum akademisi,
untuk sekali lagi mengambil peran dalam membangun peradaban.
Tuhan.. kami belum mau
menyerah. Izinkan kami untuk kuat menempa diri, menyiapkan hari esok yang lebih
baik dari hari ini. Mengambil hikmah dari peristiwa, bencana dan keputusasaan
yang terjadi.
Tuhan.. saat ini, detik
ini juga, kami mahasiswa di seluruh tanah air sedang berjuang atas nama bangsa.
Tuhan.. berikan kami
kemampuan untuk mengubah negeri ini. Izinkan kami sekali lagi menyatukan bangsa
ini.
Tuhan.. kami sayang
pemerintah, kami sayang para pemimpin. Tapi jika mereka berkhianat, kami lebih
sayang bangsa ini.
Ya, inilah saatnya! Lebih
baik mati saat berjuang di atas nilai yang kita yakini, ketimbang mati
membusuk karena enggan bersikap dan bergerak.
“Berbangsa satu, bangsa
yang gandrung akan keadilan.”
Hidup Mahasiswa!
Hidup Rakyat Indonesia!
Keren mang! Saatnya kita untuk selalu membersamai negeri ini yang sudah dakda keadaan tidak baik-baik saja!
BalasHapus