Esai Beasiswa Unggulan KEMENDIKBUD

Halo warganet! Lama tak jumpa, rinduku padamu hehe. Alhamdulillah akhirnya Allah ngasih kesempatan buat gue nulis lagi. Kali ini gue nulis esai spesial buat pengajuan beasiswa unggulan Kemendikbud. Dan hari ini adalah submit pendaftaran terakhirnya.  Daaan seperti biasa, gua ngerjainnya pas mepet waktu, bahkan H-45 menit dari deadline, gue baru kelar nulisnya hehe.
Btw tapi gapapa, semoga aja beasiswanya tembus dan tulisan ini bisa jadi contoh buat kawan-kawan yang nantinya pengen daftar beasiswa juga. Semoga bermanfaat!

Tema : Aku Generasi Unggul Kebanggaan Bangsa Indonesia


Aku adalah Indonesia

Indonesia, negara dengan gugusan pulau yang menghiasi sebagian garis khatulistiwa. Kepulauan yang dipisahkan oleh selat dan samudera, namun tidak dengan rasa persatuannya. Sebuah negeri korban kolonialisme masa lampau, yang kini telah bebas dan merdeka. Sebuah bangsa dengan peradaban yang dibangun di atas nilai moral dan fitrah. Inilah Indonesia, aku kehabisan bahasa untuk bisa menjelaskannya kepada mereka. Dunia.

Aku, seorang pemuda beridealisme tinggi yang punya banyak mimpi untuk bangsa ini. Mungkin karena saking banyaknya, bisa membuat kalian pesimistis terhadap hal ini. Walaupun Indonesia hari ini sering dikabarkan sedang bernasib kurang baik, tapi aku percaya, masih ada kesempatan untuk bisa memperbaikinya.

Rasa-rasanya kita harus lebih sering bersyukur kepada Tuhan, karena telah memilihkan bumi pertiwi sebagai tanah kelahiran kita. Dan sudah sepantasnya kita sebagai insan beragama, senantiasa memanjatkan doa untuk kemakmuran dan kemaslahatan negeri ini.

Aku terkagum-kagum saat pertama kali mendengar sejarah perjuangan bangsa kita. Walaupun saat itu aku belum mahir membaca dan menulis, tapi kisahnya cukup untuk membangkitkan gairah nasionalisme usia diniku. Aku bahkan merengek pada diri sendiri, ketika tahu bahwa alam kita ternyata adalah titisan surga. Rumahnya destinasi wisata, incaran para pelancong dari berbagai penjuru dunia.

Lantas apakah semua itu cukup untuk dijadikan alasan mencintai Indonesia? Belum. Masih ada satu hal lagi yang harus kita sebut untuk mencukupkannya. Jangan lupakan “keramahan” orang kita di mata dunia. Bentuk keramahan ini tidak lain adalah hasil dari sebuah produk budaya yang mengakar pada dimensi sosial-budaya bangsa kita.

Bangsa kita terlahir dari kearifan lokal yang berakulturasi dengan nilai luhur religiusitas. Hal ini pulalah yang kelak akan melahirkan sebuah peradaban besar yang beradab dan penuh kesantunan.

Jika kita cermati, banyak kegiatan sehari-hari yang tanpa kita sadari bahwa hal itu merupakan hasil budaya baik bangsa kita. Contohnya dalam hal tata krama, sejak kecil kita diajarkan untuk berperilaku santun kepada semua orang. Doktrin “menghargai orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih muda” sudah sangat kita pahami bahkan sebelum kita bisa menghafal huruf abjad. Dalam hal tata bahasa, budaya kita juga mengatur dalam penggunaannya. Bahkan di beberapa daerah yang memiliki bahasa daerah sendiri, sampai diatur dan dibedakan pengunaan bahasanya tergantung siapa lawan bicara kita. Kita juga diajarkan untuk sopan dalam pergaulan ; cium tangan kepada guru, senyum, sapa, dan salam adalah bagian kecil dari etika berbudaya kita.

Sekian abad manusia Indonesia hidup rukun dengan tata kramanya. Hingga perlahan semuanya berubah, ketika globalisasi menyerang. Sudah menjadi rahasia umum bahwa hari ini dunia sudah semakin kabur. Kabur dalam artian batas-batas yang dahulu mencegah kita untuk saling berinteraksi, kini telah lenyap dan semakin memudahkan dalam hal apapun.
Perkembangan teknologi yang semakin pesat, telah berhasil sedikit menggeser kiblat pergaulan khususnya pada generasi muda. Dengan kemajuan teknologi, kita semakin mudah mengakses berbagai hal yang mendukung kehidupan kita. Di balik kemudahan itulah, tersimpan satu sisi gelap yang dapat menjerumuskan kita ke dalam jurang kemunduran moral. Banyak dari produk teknologi kontemporer yang memiliki dampak buruk terhadap budaya bangsa kita. Di antaranya adalah beragam aplikasi yang tersedia dalam fitur PC ataupun android. Aplikasi-aplikasi tersebut banyak disalahgunakan penggunaannya baik oleh saudara-saudara kita maupun orang luar dengan memasukkan konten-konten yang tidak sejalan dengan koridor norma kita. Sebut saja konten seperti pornografi, kekerasan, diskriminasi, dan terorisme sering menjadi konsumsi publik di timeline akun media sosial kita.

Dengan maraknya sajian konten negatif, sangat mungkin bagi para pegiat media sosial untuk terpengaruh dampaknya. Hal inilah yang menjiwai penulis untuk mengangkat isu ini ke dalam forum publik agar dapat menjadi peringatan bagi kita semua.

Dalam angle lain, seiring pesatnya kemajuan teknologi, hal ini juga sejalan dengan semakin mudahnya pertukaran arus informasi. Kini kita dapat dengan mudahnya memperoleh informasi bahkan dari tempat yang jauh sekalipun. Senada dengan teknologi, kemudahan mengakses informasi juga dapat menjadi bumerang bagi budaya dan etika kita. Melalui berbagai aplikasi dan media yang tersedia saat ini, sangat mudah sekali untuk berselancar di dunia maya bahkan untuk seorang balita sekalipun. Hal ini tentu akan menjadi ancaman bila mereka salah mengakses konten yang tidak sesuai dengan usia mereka.

Dalam kasus yang lebih ekstrem, pengaruh dari konten-konten negatif dapat mengganggu kesehatan dan fungsi tubuh, seperti contoh seorang remaja yang kecanduan pornografi, tentu akan mengganggu kondisi fisik serta psikisnya. Belum lagi contoh lain yang tidak hanya menyerang per-individu, tapi juga menjangkit hubungan sosial antarsesama, seperti masuknya paham hedonisme dan individualisme.

Isu ini sebenarnya sangat dekat dengan kita. Namun sayang, hanya sebagian orang yang sadar, dan hanya sebagiannya lagi dari yang sadar yang mau berempati terhadap fenomena ini. Jika terus dibiarkan, kekhawatiran akan terus menghantui bangsa Indonesia. Khawatir dengan tergerusnya budaya asli oleh pengaruh buruk budaya luar. Khawatir terhadap nasib bangsa sendiri, akankah Indonesia akan tetap ada di masa depan?

Berdasarkan gagasan di atas, penting bagi kita para generasi muda untuk segera sadar akan pentingnya menjaga budaya dan etika asli bangsa sendiri. Jika kita terus larut dan enggan membuka mata, maka bukan suatu keniscayaan lagi ; peradaban luhur kita akan luntur.

Selain mulai membuka mata, tugas kita belum selesai sampai di sini. Perlu adanya sebuah solusi konkret dalam permasalahan ini. Solusi tentu menjadi perlu ketimbang hanya nyinyir di kolom komentar berita hoaks ulah media karbitan.

Baiklah, izinkan aku, putra asli Indonesia untuk mengajukan beberapa ide terkait permasalahan ini.

Pertama, hadapkan wajah kita pada sebidang cermin, lalu tanyakan dalam hati “Siapakah aku?”. Kemudian jawab dengan suara lantang “Aku Indonesia!”. Ya, kita adalah bagian dari bangsa besar, bukan bangsa kecil yang gemar menengadahkan tangan. Kita adalah bagian dari bangsa yang berperadaban, bukan bangsa biadab. Bangsa kita adalah bangsa  yang mampu berdiri dengan kaki sendiri, haram bagi kita menjadi benalu pada inang. Dengan begitu, tersulutlah rasa nasionalisme dan cinta tanah air kita. Tidak perlu melirik kepada bangsa lain, karena di sini, kita sudah punya segalanya.

Kedua, ambil bendera merah putih, amati dengan saksama, temukan kebanggaan yang tersimpan di dalamnya. Karena setiap helai benangya terkandung harga diri bangsa. Setiap jahitannya adalah rajutan dari bentuk persatuan. Dan setiap pancaran warnanya mewakili pancaran semangat rakyat Indonesia. Merah melambangkan pendekar yang berani, dan putih bermakna insan beragama yang suci. Berbanggalah kawan, kita bisa menjadi bagian dari Indonesia.

Terakhir, gunakanlah prinsip penyeberangan zebra cross. Sebuah filosfi sederhana yang sebaiknya kita pegang di tengah gempuran globalisasi. Sejak kecil tentu kita pernah diajarkan cara menyeberang jalan agar selamat sampai di seberang. Kurang lebih tahapannya seperti ini : berhenti di bibir jalan yang terdapat zebra cross, tengok ke kanan dan kiri, jika dirasa sudah aman, barulah kita boleh menyeberang melintasi jalanan. Lalu, apa hubungan menyeberang jalan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara?

Saudaraku, hendaknya demikian pula lah kita dalam berinteraksi dengan dunia saat ini. Ketika kita ingin maju menyeberangi arus globalisasi, ada baiknya kita berhenti sejenak melihat posisi, sudah tepatkah posisi kita? Sama halnya mencari zebra cross saat hendak menyeberang, kita juga harus berada dalam jalur yang tepat bila hendak menyeberangi dunia. Dan cara mengetahui posisi yang tepat adalah dengan mengenal dan melihat keadaan diri sendiri.

Setelah berada dalam posisi yang tepat, selanjutnya kita harus mengamati. Menengok ke kanan dan ke kiri. Sama seperti memilah mana pengaruh baik dan mana yang buruk, menyaring budaya baru yang sesuai dengan kepribadian bangsa, serta membuang budaya yang bertentangan dengan nilai dan norma. Agar kita terhidar dari celaka dan musibah.

Setelah dirasa aman, barulah kita boleh melintasinya. Menyeberangi arus globalisasi yang penuh tantangan tanpa khawatir tergerus di tengah jalan. Mengarungi dunia dengan tetap menjaga jati diri bangsa tanpa risau dengan bisikan tetangga. Berjalan dengan penuh kebanggaan di dada ; aku adalah Indonesia.

Komentar

Posting Komentar

Most Read Post

MY LIFE PLAN