Cerpen - #4 Tiba-tiba
Di tengah kekagumanku, sejujurnya aku belum pernah sekalipun menunjukan ketertarikanku padanya. Aku selalu berusaha untuk senormal mungkin saat menghadapinya. Nada bicara selalu ku atur sewajar mungkin, ekspresi wajah, gestur tangan, hingga langkah kaki selalu ku perhatikan saat berada di dekatnya. Hal ini tidak lain karena minimnya pengalamanku soal bergaul dengan perempuan, khususnya perempuan yang aku senangi.
Aku tidak
tahu apakah dia tahu tentang perasaanku. Aku terlalu egois untuk tidak memberi
tahunya. Mengaguminya dalam diam, sudah cukup bagiku untuk bisa bahagia
seharian di kelas. Pikirku saat itu.
Hari
berganti hari. Ketidak beraniannya aku dalam mengungkapkan rasa, harus dibayar
mahal dengan sebuah berita besar. Ku dengar, dia sudah resmi jadian dengan
orang lain. Kakak kelas pula. Pedih men. Rasanya seperti rongga dada yang
ditekan secara paksa oleh gaya sebesar 50 KN.
Sejak hari
itu semangat hidupku sedikit tergerus. Seperti sampan tua yang karam diterjang
ombak pantai. Tidak seketika hancur sih. Tapi rusak secara perlahan, dicicil.
Satu per satu bagiannya hanyut terbawa arus laut.
Sifatku
yang tertutup tentang perasaan, semakin saja tertutup rapat. Bayangan indah
tentang pelangi dan taman bunga, harus berubah seketika. Sekarang hanya ada
langit kelabu yang menutupi tanah tandus tak bertuan.
Aku telah
menjadi korban dari perasaan. Sesuatu yang saat aku mengungkapkannya saja belum
tentu diterima, ini malah ku pendam dalam-dalam. Wajar bila aku kecewa. Aku
terlalu tinggi harap.
Bermain aman
dengan asumsi diri; dia pun berperasaan yang sama. Padahal tidak sama sekali.
Aku
egois
-----------------------------------------------------
Seperti gempa yang datangnya tidak bisa diprediksi.
Begitu pun kamu, yang pergi tanpa permisi. Meninggalkan aku yang belum pernah
sekalipun mengungkapkannya. Atau mungkin tidak akan pernah.
Komentar
Posting Komentar